Menjadi Pemilih Cerdas

Oleh Nanda Ermanda

TAHUN 2014 ini kerap disebut sebagai tahun politik atau tahun demokrasi. Seperti kita ketahui, dalam tahun ini ada dua agenda besar politik, yaitu pesta demokrasi Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif (DPR, DPD dan DPRD/DPRK), dan Pemilihan Presiden/Wakil Presiden. Sesuai peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) No.21 Tahun 2013, Pemilu Legislatif dilaksanakan secara serentak di Indonesia pada 9 April 2014. Sedangkan Pemilihan Presiden/Wakil Presiden dijawalkan berlangsung pada 9 Juli 2014.

Guna menyukseskan kedua agenda pesta demokrasi tersebut diperlukan partisipasi semua pihak mulai dari lembaga yang terlibat dalam penyelenggaraan pemilu, masyarakat umum, dan lembaga-lembaga lainnya yang ikut mendukung kelancaran pelaksanaan pemilu. Demikian pula mengingat pemilu sebagai sarana demokrasi, maka keberhasilan pesta demokrasi tersebut, juga tidak terlepas dari partisipasi aktif masyarakat, terutama mereka yang sudah memenuhi syarat untuk memilih. Namun, dalam kesempatan ini, penulis hanya membatasi pada pemilu legislatif, yang kini tinggal menghitung hari.

Pemilu legislatif dapat dilihat sebagai upaya masyarakat dalam memilih orang-orang yang akan menyuarakan dan memperjuangkan kepentingan mereka di parlemen, sehingga berdampak luas pada arah kebijakan pembangunan dalam lima tahun ke depan. Dalam konteks regional Aceh, misalnya, kekeliruan masyarakat dalam memilih wakil mereka yang akan duduk di parlemen (DPRA/DPRK), tentu akan memberikan dampak yang luas terhadap arah kebijakan negeri ini. Anggota dewan memiliki peran penting dalam merumuskan berbagai kebijakan daerah mulai dari urusan legislasi, anggaran dan pengawasan jalannya pemerintahan hingga hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat.

Sejatinya, keberadaan wakil rakyat di DPRA dan DPRK dapat dijadikan harapan bagi masyarakat untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik di masa mendatang. Sehingga tidaklah salah, pada masa-masa kampanye ini, umumnya para calon anggota legislatif (caleg) memberikan informasi tentang program prioritas yang akan mereka perjuangkan ketika mereka dipilih menjadi wakil rakyat. Mulai dari pengentasan kemiskinan, pembukaan lapangan kerja dan pengurangan pengangguran, hingga program lainnya seperti beasiswa pendidikan bagi anak usia sekolah.

Penilaian positif-negatif
Berkaitan dengan penilaian masyarakat terhadap pemilu sebagai pesta demokrasi, paling tidak dapat dikatagorikan dalam dua kelompok, yakni masyarakat yang memiliki penilaian positif (positive thinking) dan masyarakat yang memiliki penilaian negatif (negative thinking). Sinyalemen adanya perbedaan persepsi tersebut dapat dilihat dari peran aktif masyarakat dalam memberikan hak suara mereka. Seperti halnya pemilu sebelumnya, sekalipun umumnya masyarakat berperan aktif dalam memberikan suara mereka dengan mendatangi tempat pemungutan suara (TPS) pada hari H, namun tidak dapat dipungkiri masih ada sebagian kecil masyarakat yang memilih golput atau tidak memanfaatkan hak pilih mereka.

Munculnya sikap skeptis dan rasa kurang percaya sebagian kelompok masyarakat tentang adanya hubungan antara partisipasi mengikuti pemilu dengan perbaikan daerah ini di masa mendatang, kiranya sangat menarik untuk dicermati, tidak hanya bagi anggota masyarakat sebagai calon pemilih, tetapi juga bagi para caleg yang akan terlibat dalam perebutan suara. Apalagi kalau sikap skeptis dan rasa kurang percaya tersebut membuat mereka untuk memilih golput (tidak memberikan hak suara). Karena apapun alasannya, rendahnya partisipasi masyarakat dalam pemilu dapat dimaknai bahwa tingkat repsentasi atau keterwakilan masyarakat pada caleg yang menang juga relatif rendah.

Keberhasilan pesta demokrasi dalam memilih orang-orang berkualitas dan memiliki integritas terhadap kepentingan rakyat, kiranya ditentukan oleh tingkat kecerdasan pemilih. Karena itu, kualitas hasil pemilu yang memunculkan anggota legislatif sebagai outputnya, tidak hanya ditentukan oleh partisipasi aktif kita sebagai pemilih dalam memberikan hak suara kita dengan mendatangi TPS, tetapi juga tergantung dari sejauhmana kejelian kita menentukan pilihan dan memberikan suara kepada caleg yang benar-benar tepat untuk dijadikan wakil rakyat.

Kecerdasan dan kejelian
Bila kita memiliki kepentingan yang tinggi terhadap kualitas hasil pemilu dengan melahirkan anggota dewan yang berkualitas, sehingga mampu membuat perubahan daerah ini ke arah yang lebih baik, maka kecerdasan dan kejelian dalam menilai integritas, kapasitas dan kompetensi para caleg juga menjadi sangat penting. Keberadaan sosok/figur tertentu dengan segala janji dan harapan yang mereka berikan ketika terpilih menjadi anggota dewan, bukanlah satu-satunya acuan dalam menentukan pilihan. Karena itu, paling tidak ada tiga hal yang harus dipahami berkaitan dengan pemilu:

Pertama, tingkat partisipasi dan kualitas pilihan kita dalam pemilu sangat besar artinya bagi perbaikan daerah ini di masa mendatang. Dalam konteks ini, golput (tidak memberikan suara) tentunya bukanlah menjadi pilihan terbaik ketika kita mengharapkan adanya peningkatan kesejahteraan masyarakat di negeri ini. Golput mengindikasikan bahwa kita terkesan pasrah pada keadaan sekarang dan tidak ingin merubah keadaan yang kurang ideal menjadi lebih baik. Padahal melalui pemilu yang berkualitas, kitalah yang menentukan nasib daerah ini, paling tidak selama lima tahun ke depan. Kita sebagai pemilih merupakan ‘penentu’ bagi kemajuan daerah ini, sebagai mana dalam istilah demokrasi “suara rakyat” adalah “suara Tuhan”.

Kedua, jadilah pemilih cerdas dengan mencari tahu informasi mengenai sosok/figur para caleg, beserta integritas, kompetensi, kapasitas dan kapabilitas mereka sebelum menentukan pilihan. Sebaik-baik keputusan adalah keputusan yang didasarkan pada informasi yang tepat dan akurat tentang semua hal berkaitan dengan keputusan tersebut. Keputusan yang diambil berdasarkan informasi yang tidak tepat, tidak hanya berdampak pada kesalahan dalam menentukan pilihan, tetapi lebih parah lagi akan menentukan masa depan daerah ini lima tahun ke depan. Bayangkan jika kita memilih orang-orang yang tidak memiliki integritas dan kapasitas yang baik sebagai anggota dewan, maka yang akan kita ingat hanyalah janji dan harapan.

Ketiga, janganlah kita menjadi Pemilih Pasif dalam pengertian Pemilih ikut-ikutan atau pemilih kaget-kagetan tanpa mempedulikan kemampuan dan kapasitas caleg membawa daerah ini ke arah yang lebih baik. Apalagi seperti kondisi hari ini, adanya fanatisme seseorang terhadap sosok/figur caleg yang dijagokannya, berdampak pada keinginan untuk mengajak orang lain memilih figur tersebut. Tidak hanya itu, keberadaan tim sukses masing-masing calon juga akan dapat mengaburkan informasi tentang kompetensi dan kapabilitas caleg yang didukungnya. Sehingga kita sebagai pemilih harus meningkatkan sensitivitas kita terhadap informasi-informasi yang kita terima tentang keunggulan seseorang caleg. Jadi, jadilah pemilih cerdas!

* Nanda Ermanda, SE, M.Si, Staf Sekretariat Komisi Independen Pemilihan (KIP) Kota Banda Aceh. Email: nandaerm@yahoo.com

Opini ini telah di muat di Harian Serambi Indonesia http://aceh.tribunnews.com/2014/03/25/menjadi-pemilih-cerdas